Kalo denger kata ini, jujur buluk kuduk gue merinding melebihi ketika gue harus masuk rumah hantu. Apalagi ketika memasuki umur diawal 20an, lalu memasuki 20an pertengahan, lalu 20an akhir. Inspite of all I want, yaitu pasti gue ingin banget membangun sebuah keluarga yang bahagia, punya anak kecil yang lucu dan punya suami yang baik, tapi sebenernya makna nikah itu lebih kompleks daripada itu. Kalo orang bilang mah "nikah ya nikah aja, pokoknya cewek harus nikah sebelum 30 tahun" kedengerannya simple banget emang, tapi semuanya kompleks dan ruwet di otak gue, terlebih sebagai seorang QA tau QE pikirannya "kalo gini gimana.." "kalo misal ini gimana..." nikah gue ibaratin bikin test case, hahaha lucu emang.
Tapi balik lagi ke tujuan awal nikah, mencari teman hidup yang cuma lu dapetin sekali seumur hidup. Gue sering banget mikir, pada akhirnya yang bakal selalu nemenin lo itu istri atau suami lo, seiring perjalanan hidup lo. Waktu kecil ibu dan ayah lo selalu nemenin lo kan, selalu memenuhi kebutuhan hidup lo, lalu mereka ngelepas lo kaya layang layang pas lo udah dewasa, dimana sebelumnya lo mengandalkan hidup sama mereka, terus mereka bakal tua dan renta.. lalu lo bakal ditinggal eventually. Lalu lo memulai kehidupan baru dengan pasangan lo, lo punya anak, lo sibuk punya anak dan membesarkan mereka tanpa sadar mereka udh dewasa dan lo harus ngelepasin mereka juga.. right guys? the last man standing pada akhirnya partner lo, temen hidup lo, and finding the perfect match itu penting banget, ga se-gampang beli cabe di pasar. Mungkin tabiat gue juga sih yang suka memperkeruh keadaan, sebenernya simple, tapi gue bikin cabang-cabang dan permisalan. Dan gue tahu betul "bukan seedar finding the perfect match" tapi "complete each other imperfections juga" nah ini perkara yang susah banget buat gue sih, saling mengerti, saling memahami. Namanya juga manusia ya, ada aja khilafnya, kadang ada kesalahan yang ok kita paham tapi kadang ada yang kita ungkit terus terusan, cuma pada akhirnya emang gabakalan ada orang yang cocok 100 persen sih sama lo, ada di satu titik dimana lo harus menerima "ketidakcocokan" itu dan itu yang sulit. Apalagi buat orang keras kepala dan susah diatur kaya gue.
Terus balik lagi ke "finding the perfect match", kalo buat cewek pasti mikir "yang pasti ganteng, tajir, kaya tujuh turunan, sholeh melebihi ustad" ga gitu sih cari perfect match, walaupun gambaran "sempurna" kaya gitu belum tentu cocok ke hati, kalo tolak ukurnya kaya gitu belum tentu bakal longlasting walaupun faktor-faktor kaya gitu udah pasti jadi pertimbangan sih. Logikanya balik ke tugas sebagai suami dan istri aja, suami cari nafkah istri urus rumah tangga, kalo si suami ibaratnya ga kerja atau gabisa nafkahin, tujuan awal pernikahan untuk menciptakan keluarga bahagia dan sejahtera juga ga akan tercapai sih. Tapi sih pemikiran gue tentang "perfect match" itu ketika bisa sama-sama kerja sama untuk membuat sesuatu yang baik, saling membantu, saling mengerti, punya at least banyak pemikiran yang sama (jadi ga sering cek cok karena beda pendapat), take and give tapi lebih banyak give give nya, ketika lo mau pasangan lo kaya gini lo juga harus melakukan yg sama, ketika pasangan lo menginginkan lo seperti ini dia juga harus mengerti lo maunya kaya gimana, timbal balik, saling mengerti satu sama lain.
Ah ngomongin jodoh itu allahualam sih, balik lagi, mau gue teori begini begitu ujung ujungnya semesta yang bakal nunjukin. Mungkin pada akhirnya hati yang berbicara (asik..) apa ya gue wkwkwk. Kayanya emang yang paling pas itu "Perempuan baik-baik untuk laki-laki baik, dan laki-laki baik untuk perempuan baik-baik" intinya ketika lo menginginkan hal yang baik baik dalam bidup lo, lo mikirin dulu akarnya apa lo udah baik. Dan semesta bakal nunjuk jalan yang baik juga. Simplenya gitu kali ya haha.